Tanggal
release : 20 Desember 2012
Sutradara
: Faozan Rizal
Cerita
oleh : Bacharuddin Jusuf Habibie
Genre
: Drama
Produser
: Dhamoo Punjabi, Manoj Punjabi
Pemain
Film :
·
Reza Rahardian – Habibie
·
Bunga Citra Lestari - Ainun Habibie
·
Tio Pakusadewo - H. M Soeharto
·
Ratna Riantiarno - R.A. Tuti Marini
Puspowardojo (Ibu Habibie)
·
Mike Lucock - Ilham Akbar Habibie
·
Christoffer Nelwan – Thareq Kemal
Habibie
·
Vita Mariana
·
Esa Sigit - Habibie muda
·
Marsha Natika - Ainun muda
·
Bayu Oktara - Fanny Habibie
Film
yang dibintangi Reza Rahardian dan Bunga Citra Lestari itu menceritakan
mengenai perjalanan hidup Pak Habibie dan juga kisah cintanya dengan Ibu Ainun.
Setting
awal dimulai ketika Habibie dan Ainun masih remaja, mereka memang bersekolah
ditempat yang sama dan gurunya kala itu sempat bergurau dengan mengatakan kalau
sebernarnya mereka berjodoh tapi Habibie menyangkalnya, ia malah mengatakan
kalau Ainun itu hitam, jelek, gendut, seperti gula jawa.
Tahun
demi tahun pun berlalu, Habibie yang berkuliah di Jerman terpaksa harus pulang
ke Indonesia karena penyakit Tubercolosis yang dideritanya. Tapi dari situlah
cerita cinta Habibie&Ainun berlanjut. Habibie akhirnya dipertemukan kembali
dengan Ainun lewat kue yang harus diantarkannya ke rumah Ainun.
Ainun
yang telah berubah menjadi gadis muda nan cantik pun, membuat Habibie jatuh
hati. Karena kecantikannya banyak pria yang menaruh hati padanya. Dan
kebanyakan pria yang menyukainya adalah pria yang berpangkat dan kaya, tapi
Habibie sama sekali tidak merasa rendah diri. Dengan santainya ia datang ke
rumah Ainun dengan menggunakan becak sedangkan para ‘pesaingnya’ itu kebanyakan
bermobil.
Hebatnya,
Ainun sendiri tidak silau dengan itu semua, ia lebih memilih Habibie dan hidup
bersama dengannya. Setelah menikah, mereka pergi ke Jerman.
Banyak
sekali kerikil-kerikil cobaan dalam rumah tangga Habibie dan Ainun. Termasuk
ketika Habibie sama sekali tidak memiliki uang untuk pulang kerumahnya, dan
harus berjalan ditengah badai salju dengan sepatu yang bolong sampai harus
ditambal dengan kertas agar ia bisa berjalan kembali. Ainun yang melihat kaki
Habibie yang terluka ketika sampai rumah, tak tega dan meminta Habibie untuk
memulangkannya ke Indonesia agar bisa membantu biaya Habibie selama di Jerman.
Karena
Habibie yang ketika itu mengidap penyakit tubercolosis tetap mendapatkan
perhatian yang lebih, Ainun yang sedang sakit parah tapi sempat menuliskan
daftar obat yang harus diminum oleh Habibie karena selama ini dialah yang
menyiapkan obat untuknya.
Di
Jerman Habibie menyelesaikan studi S3-nya dan juga berharap bisa kembali ke
Indonesia untuk bisa membuat sebuah pesawat anak bangsa seperti janji yang
pernah diucapkan olehnya ketika sakit.
‘Dinegeri
orang dipuji, dinegeri sendiri dicaci.’ Mungkin itu kalimat tepat yang
menggambarkan kondisi Habibie saat itu. Habibie yang dihormati di Jerman,
ternyata tidak dihormati dinegerinya sendiri. Mimpi Habibie untuk bisa
membangun tanah air tempat ia dilahirkan, mengalami hambatan. Dengan terpaksa
ia menerima semua itu dengan lapang dada dan bekerja di Industri Kereta Api di
Jerman.
Sampai
akhirnya, Habibie memiliki kesempatan untuk bisa mewujudkan mimpinya. Ia di
beri kesempatan untuk membuat pesawat terbang dinegerinya sendiri. Setelah
menjadi wakil direktur utama IPTN, kemudian ia diangkat menjadi menteri,
kemudian menjadi wakil presiden dan akhirnya menjadi presiden menggantikan
Soeharto yang lengser dari jabatannya.
Setiap
kesuksesan pasti ada pengorbanan. Kesuksesan Habibie yang ingin mengabdikan
diri pada negara, berdampak pada keluarganya. Ia tak lagi sempat menghabiskan
waktu dengan keluarganya, bahkan untuk dirinya sendiri pun tidak. Tidur pun
hanya 1 jam setiap harinya.
Ketika
Habibie tak mencalonkan diri sebagai presiden di pemilu berikutnya, ia pun
kembali ke Jerman bersama dengan Ainun. Disana mereka hidup lebih tenang dan
damai. Tapi ketenangan dan kedamaian itu tak bertahan lama. Ainun yang divonis
menderita kanker ovarium stadium 4, memaksanya harus dirawat di rumah sakit dan
menjalankan operasi berkali-kali. Selama sakit, Habibie dengan setia merawat
Ainun dan menjaganya sampai Ainun menutup mata untuk selama-lamanya.
Kurang
lebih itulah sedikit ulasan mengenai film Habibie&Ainun. Film yang membuat
presiden Susilo Bambang Yudhoyono menitikkan air mata, memang sukses pula
membuat para penonton tak berhenti menangis walaupun film sudah berakhir.
Ternyata
setelah 2 minggu ditinggalkan Ibu Ainun, suatu hari ia memakai piyama tanpa
alas kaki dan berjalan mondar-mandir memanggil. “Ainun..Ainun…”, ia mencari Ibu
Ainun disetiap sudut rumah.
Para
dokter yang melihat perkembangannya sepeninggalan Ibu Ainun, berpendapat.
“Habibie bisa mati dalam waktu 3 bulan jika terus begini, kita para dokter
harus tolong Habibie.”
Lalu
berkumpulah dokter dari Jerman dan Indonesia, dan memberi Habibie 3 pilihan.
1.
Opsi pertama, Ia harus dirawat dirumah sakit, diberi obat khusus sampai ia
dapat mandiri meneruskan hidupnya. Artinya Habibie gila dan harus dirawat di
rumah sakit.
2.
Opsi kedua, Para dokter akan mengunjunginya dirumah dan harus berkonsultasi
terus menerus dengan mereka dan ia harus mengkonsumsi obat khusus. Sama saja,
artinya ia sudah gila dan harus diawasi terus menerus.
3.
Opsi ketiga, Ia disuruh menuliskan apa saja mengenai Ainun, anggaplah ia
bercerita dengan Ainun, seolah Ainun masih hidup.
Dan
Habibie memilih opsi ketiga. Menulis dan menceritakan semua peristiwa yang Ia
lalui bersama dengan Ibu Ainun selama hidupnya hingga Ibu Ainun meninggal
dunia. Ibu Ainun sendiri juga merupakan perempuan hebat. Dia menepati janjinya
untuk selalu mendampingi Pak Habibie sampai akhir hidupnya, dikala susah maupun
senang. Bahkan didetik-detik terakhir menjelang kepergiannya, ia tetap
memikirkan Pak Habibie.
“Saya tidak bisa, saya tidak bisa berjanji
akan menjadi istri yang sempurna untukmu. tapi saya akan selalu mendampingimu,
saya janji itu.”-Ainun, ketika dilamar oleh Habibie.
“Setiap ujung terowongan pasti ada
cahaya, dan saya janji akan membawamu ke cahaya itu.”-Habibie,
ketika Ainun memintanya untuk dipulangkan ke Indonesia.
“Mana bisa kamu memimpin 200 juta
rakyat Indonesia, jika memimpin tubuhmu sendiri saja tidak bisa!”-Ainun,
ketika melihat Habibie hanya tidur 1 jam setiap harinya.