Rabu, 11 Juni 2014

Rencana Pajak Barang Mewah Smartphone Ditentang Operator


Liputan6.com, Jakarta - Keinginan pemerintah untuk menerapkan pajak barang mewah (PPnBM) untuk perangkat smartphone ternyata tak hanya ditentang oleh para pembuat ponsel. Operator telekomunikasi pun mengaku keberatan bila pemerintah menerapkan aturan tersebut.

Keberatan itu disampaikan Loong Tuck Weng, Chief Marketing Officer Indosat yang dijumpai tim Tekno Liputan6.com. Pria yang akrab disapa Loong itu menyebutkan bahwa kebijakan PPnBM di smartphone tidak sejalan dengan program penyediaan internet bagi semua rakyat Indonesia.

"Sudah kita semua kalau internet merupakan salah satu faktor pendukung di berbagai sektor termasuk pendidikan dan ekonomi. Kita berkomitmen mendorong pertumbuhan penggunaan internet supaya taraf hidup dan daya saing masyarakat meningkat," ungkap Loong.

Ia menyebutkan bahwa pihak operator telah berusaha keras untuk membuat masyarakat lebih mudah mengakses internet termasuk lewat tarif murah dan bundling perangkat pendukung internet seperti modem dan smartphone.

"Kita berusaha untuk memberikan kemudahan masyarakat supaya bisa mengakses internet lewat layanan data yang disediakan. Tapi kalau smartphone sebagai salah satu perangkatnya malah dikasih pajak barang mewah kan jadinya berlawanan dengan tujuan kita," kata Loong.

Rencana penerapan PPnBM di smartphone memang sempat menjadi perbincangan yang cukup ramai di kalangan penggiat teknologi. Keinginan pemerintah tersebut dinilai kurang tepat karena akan membatasi angka adopsi smartphone yang merupakan salah satu perangkat pendukung internet di Tanah Air.

Suara sumbang lain terkait PPnBM smartphone pun datang dari distributor ponsel, Erajaya Swasembada. Pihak Erajaya menilai PPnBM di smartphone lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya ketika diterapkan.

"Saya sarankan pemerintah untuk berpikir ulang bila ingin menerapkan kebijakan penerapan pajak barang mewah di smartphone. Saya pikir itu malah banyak mudhorotnya daripada manfaatnya," ungkap Djatmiko Wardoyo, Marketing Communication Director Erajaya.
(Dewi Widya Ningrum)

Sumber: http://tekno.liputan6.com/read/2061087/rencana-pajak-barang-mewah-smartphone-ditentang-operator

Transaksi e-Money Tumbuh 120 Persen Tiap Tahun

Liputan6.com, Jakarta - Kecanggihan teknologi makin banyak dimanfaatkan orang untuk mempermudah kehidupan dan aktivitas sehari-hari, termasuk transaksi menggunakan uang elektronik atau e-money. Besarnya potensi e-money terlihat dari nilai transaksinya yang makin meningkat.

Transaksi e-money pada tahun 2009 tercatat sebanyak 48 ribu kali dengan nilai Rp 1,4 miliar per hari. Pada tahun 2010 jumlahnya naik menjadi 73 ribu transaksi dengan nilai Rp 1,9 miliar.

Jumlah itu masih terus meningkat di tahun 2012 menjadi 219 ribu transaksi dengan nilai Rp 3,9 miliar. Data tersebut memperlihatkan bahwa setiap tahun transaksi e-money tumbuh hingga 120% yang membuktikan adanya potensi besar di sana.

Wajar saja bila potensi besar yang dimiliki e-money membuatnya diincar banyak industri, termasuk telekomunikasi. Saat ini, operator telekomunikasi yang sudah memiliki layanan e-money ialah Telkomsel (t-cash), XL (XL Tunai), Indosat (Dompetku), Telkom (Delima) dan Finnet (Finpay). Produk e-money juga dirilis oleh pemain independen seperti Skye Sab dan Doku.

Bank Indonesia belum lama ini juga telah mengeluarkan peraturan (PBI) Nomor 16/8/2014 tentang uang elektronik (e-money). Aturan ini telah lama ditunggu banyak pihak, baik dari industri perbankan, telekomunikasi, atau pemain independen.

"Dengan hadirnya aturan baru ini jelas merupakan angin segar bagi perkembangan e-money di Indonesia," kata Yura A Djalins, Deputi Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Pembayaran Bank Indonesia dalam diskusi IndoTelko Forum bertema 'Collaborative & Incentives: a New Breakthrough for e-Money'.

Pada aturan tersebut, BI menetapkan penerbit uang elektronik atau e-money, dilarang untuk melakukan kerja sama ekslusif serta dilarang untuk menahan nilai minimum transaksi menggunakan uang elektronik. Perubahan menarik lainnya di aturan ini ialah BI juga mendorong terjadinya interkoneksi top-up dan interoperability di antara sesama penerbit e-money.

BI juga mengatur bahwa penerbit e-money dibagi menjadi tiga lembaga, yakni bank umum, bank pembangunan daerah (BPD), dan lembaga selain bank (LSB). Saat ini ada 17 penerbit e-money di Indonesia, dimana nilai transaksinya berkisar Rp 8,7 miliar per hari dengan volume sebanyak 420 ribu kali.
(Dewi Widya Ningrum)

Sumber: http://tekno.liputan6.com/read/2061721/transaksi-e-money-tumbuh-120-persen-tiap-tahun

Makin Banyak yang Belanja Online Pakai Tablet

KOMPAS.com - Penggunaan tablet untuk berbelanja online tumbuh empat kali lipat lebih cepat dibandingkan smartphone. Hal itu menurut E-commerce Index terbaru dari Rakuten

Penelitian mengenai tren berbelanja itu dilakukan di 14 pasar. Salah satu hasilnya, penggunaan tablet tumbuh 41,9% di 2013, sementara penggunaan ponsel cerdas tumbuh hanya sebesar 9,7% di periode yang sama.

Lebih lanjut disebutkan dalam keterangan tertulis Rakuten bahwa 6,1% pelanggan lebih memilih untuk berbelanja online menggunakan tablet, sementara 6,8% memilih untuk menggunakan ponsel cerdas. 

Inggris menyalip AS sebagai pasar terdepan di dunia untuk penggunaan tablet, dengan 12,2% dari warga Inggris yang  disurvei mengatakan bahwa mereka memilih untuk menggunakan tablet, dibandingkan dengan 11,3% pebelanja Amerika.

Di sisi lain, pebelanja di Brasil lebih lambat untuk beralih ke tablet PC, hanya 0,7% dari populasi yang lebih suka menggunakan tablet saat berbelanja. 

Sedangkan di Indonesia, ponsel cerdas tetap jadi pilihan pertama dengan 15,5% dari pebelanja di Indonesia memilih menggunakan ponsel cerdas, sementara 7,0% memilih menggunakan tablet PC.

Meskipun ada pertumbuhan m-commerce, PC tetap jadi pilihan paling populer bagi para pebelanja untuk mengakses situs retail, namun data mengenai hal ini sedikit berubah. Di dunia, 81,8% pebelanja menggunakan PC untuk berbelanja online, bandingkan dengan 83,2% di tahun 2013. Perangkat mobile mencakup 13,8% dari total data ini, naik dari 12% tahun lalu. 

Sementara itu di Indonesia, 68,5% warga Indonesia berbelanja menggunakan PC dan 25,0% menggunakan perangkat mobile.

“Kami terus melihat peralihan dalam cara konsumen berinteraksi dengan retailer melalui saluran digital. Hanya empat tahun setelah peluncuran iPad Apple, tablet dengan cepat menjadi perangkat yang paling populer untuk berbelanja online," kata Yasunobu Hashimoto, General Manager Rakuten Belanja Online. 

Dalam beberapa tahun, beberapa market mengalami ‘kelelahan sosial’ dengan penurunan sangat kecil dalam jumlah orang yang merekomendasikan barang yang mereka beli di jejaring sosial. Index terakhir menunjukkan 41,9% orang merekomendasikan barang di situs sosial media, bandingkan dengan 44% tahun 2013. 

Namun di Indonesia, 77,5% orang yang disurvei mengatakan bahwa mereka secara teratur mereview dan merekomendasikan produk di situs sosial media. 

“Media sosial tetap menjadi saluran penting bagi retailer untuk berhubungan dengan opini konsumen dan ‘crowdsource’ mengenai produk baru dan layanan. Selain mempengaruhi keputusan untuk stocking, rekomendasi yang dibagikan di situs sosial media juga mempengaruhi kebiasaan belanja konsumen," Yasunobu menambahkan.

"Banyak pebelanja kini beralih ke situs seperti Pinterest atau Twitter untuk menemukan produk-produk yang mereka mungkin beli dan menemukan pendapat orang lain mengenai barang-barang tersebut sebelum melakukan pembelian. Retailer bisa mendorong penjualan dengan berinteraksi dengan konsumen melalui saluran-saluran tersebut dan memudahkan untuk berbagi rekomendasi," lanjutnya.

Pakaian dan aksesoris adalah item yang paling sering dibeli online di dunia, namun pebelanja di Brasil dan Jepang memiliki tren yang berbeda. Konsumen elektronik berada paling atas di Brasil dengan lebih dari setengah pebelanja (55,1%) membeli barang elektronik secara online, sementara di Jepang, pebelanja lebih mungkin untuk memesan atau mengunduh buku dan majalah (59,7%). 

Sedangkan di Indonesia, 74% pebelanja memesan pakaian dan aksesoris secara online, sementara kategori populer lainnya adalah produk elektronik (47,5%), barang kesehatan/kecantikan (39,2%), makanan/minuman (31,2%), peralatan rumah tangga/small appliances (30,7%) dan buku/majalah (29,8%). 

Sementara pebelanja Indonesia paling sedikit yang membeli perangkat besar/large appliances secara online, dengan 4,7% pebelanja memilih untuk melakukan pembelian secara langsung. 

Sumber: http://tekno.kompas.com/read/2014/06/11/1620009/Makin.Banyak.yang.Belanja.Online.Pakai.Tablet

Editor: Wicak Hidayat